Konsep Islam Tentang Pribadi Seorang Muslim
SHIDIQ,
Dalam bahasa kita berarti jujur, yaitu berkata (dan bertingkah laku) benar. Lawannya adalah culas atau dusta. Di dalam al-Qur’an shidiq disebut sebanyak 154 kali. Beberapa di antaranya dimuat dalam QS. Ali Imran/3: 15-17, al-Nisa’/4: 69, al-Maidah/5: 119, dan lain-lain. Ini menanda-kan pentingnya sikap shidiq bagi perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, shidiq merupakan salah satu sifat kenabian di samping amanah, tabligh, dan fathanah.
Nabi Muhammad SAW. menegaskan, “Wajib bagi kalian berlaku jujur, sebab jujur membawa pada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan jalan ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, ia akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta mengarah pada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang berdusta dan memperhatikan kedustaannya, ia tercatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Point penting wanti-wanti Nabi di atas adalah bahwa jujur merupakan sarana mutlak untuk mencapai kebaikan tatanan-masyarakat. Oleh karenanya, shidiq bukan sekadar wacana private (untuk individu), tapi juga wacana publik, yaitu perlunya sebuah sistem dan struktur-pengelolaan sesuatu yang jujur. Terlebih sistem dan struktur-pengelolaan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan publik. Tatanan masyarakat akan berjalan timpang dan collapse jika struktur dan sistem pengelolaan yang berlaku penuh dusta dan culas.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa sistem dan struktur dipengaruhi oleh individu-individu. Pendapat kebalikannya adalah sistem dan struktur mempengaruhi individu-individu. Kedua pendapat ini sama benarnya, karena antara sistem dan individu terjadi simbiosis-mutualisme, kondisi saling mempengaruhi. Ini berarti, pena-naman kejujuran terhadap individu-individu dan sistem harus berjalan bersama-sama.
Berkaitan dengan Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2004, bahwa kepala daerah dipilih secara langsung, maka hal mutlak yang harus dicermati adalah bagaimana melahirkan sosok pemimpin daerah yang jujur (shidiq). Ini adalah langkah awal melahirkan sistem yang jujur, yaitu memilih individu yang jujur. Langkah selanjutnya adalah mengadakan konsoli-dasi berbagai elemen masyarakat untuk melahirkan sebuah sistem dan struktur pengelolaan daerah yang jujur, yaitu dengan penguatan masyarakat untuk terus-menerus mengontrol segala perilaku-publik dan kebijakan-kebijakan sosok pemimpin yang telah dilahirkan itu. Contoh konkretnya, adalah dengan menekan pemimpin itu (beserta semua aparat terkait) untuk melakukan transparansi anggaran dan transparansi realisasi program yang ada.* (also)
]
ISTIQOMAH
Dari Abi Amr, dinamakan juga Amrah bin Sufyan bin Abdillah r.a. ia berkata: Saya telah berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, katakan kepadaku dalam Islam suatu perkataan yang saya tidak akan bertanya tentang itu kepada orang lain, selaian Engkau!” maka beliau Saw bersabda: “Katakanlah, saya beriman kepada Allah; dan istiqomahlah (konsisten).” [HR Muslim].
Istiqomah berarti berpegang kepada agama dengan kuat, berjalan di atas jalan sesuai petunjuk Allah dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan. Firman Allah:
“Maka istiqomahlah (tetaplah pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersamamu.” (Qs. Hûd [11]: 112).
Dalam al-Quran kata iman selalu dirangkai dengan amal sholeh, ini membuktikan bahwa keimanan bukan sekadar ucapan belaka yang tak pernah ada realisasinya dalam kehidupan. Konsekuensi logis dari ucapan keyakinan itu adalah melakukan perbuatan benar dan baik, sesuai dengan penilaian dalam aturan dari Allah SWT. Dengan begitu, tak bisa distandarkan kepada hati atau akal manusia. Amal sholeh yang kita lakukan adalah sebagai perwujudan dari keimanan kita kepada Allah SWT. Di sinilah kemudian kita membutuhkan sikap istiqomah. Dan sesuai dengan pengertiannya, istiqomah ini adalah sikap tegas dan senantiasa bertanggungjawab atas tindakan yang kita lakukan.
Adakalanya sikap istiqomah ini harus berhadapan dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bakal menimpa kita. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, cemoohan kerap melekat kepada orang yang berani tampil istiqomah dalam agamanya, justru di saat masyarakatnya terbiasa berbuat maksiat. Bahkan sangat ditekankan untuk tetap berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam dalam masyarakat yang begitu berani berbuat dosa, yakni melakukan pembangkangan terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah:“Jangan kalian takut (khawatir) dan janganlah resah (sedih) dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian.” (Qs. Fushshilat [41]: 30).
Itulah janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan beristiqomah dalam melaksanakan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
SHIDIQ,
Dalam bahasa kita berarti jujur, yaitu berkata (dan bertingkah laku) benar. Lawannya adalah culas atau dusta. Di dalam al-Qur’an shidiq disebut sebanyak 154 kali. Beberapa di antaranya dimuat dalam QS. Ali Imran/3: 15-17, al-Nisa’/4: 69, al-Maidah/5: 119, dan lain-lain. Ini menanda-kan pentingnya sikap shidiq bagi perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, shidiq merupakan salah satu sifat kenabian di samping amanah, tabligh, dan fathanah.
Nabi Muhammad SAW. menegaskan, “Wajib bagi kalian berlaku jujur, sebab jujur membawa pada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan jalan ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, ia akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta mengarah pada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang berdusta dan memperhatikan kedustaannya, ia tercatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Point penting wanti-wanti Nabi di atas adalah bahwa jujur merupakan sarana mutlak untuk mencapai kebaikan tatanan-masyarakat. Oleh karenanya, shidiq bukan sekadar wacana private (untuk individu), tapi juga wacana publik, yaitu perlunya sebuah sistem dan struktur-pengelolaan sesuatu yang jujur. Terlebih sistem dan struktur-pengelolaan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan publik. Tatanan masyarakat akan berjalan timpang dan collapse jika struktur dan sistem pengelolaan yang berlaku penuh dusta dan culas.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa sistem dan struktur dipengaruhi oleh individu-individu. Pendapat kebalikannya adalah sistem dan struktur mempengaruhi individu-individu. Kedua pendapat ini sama benarnya, karena antara sistem dan individu terjadi simbiosis-mutualisme, kondisi saling mempengaruhi. Ini berarti, pena-naman kejujuran terhadap individu-individu dan sistem harus berjalan bersama-sama.
Berkaitan dengan Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2004, bahwa kepala daerah dipilih secara langsung, maka hal mutlak yang harus dicermati adalah bagaimana melahirkan sosok pemimpin daerah yang jujur (shidiq). Ini adalah langkah awal melahirkan sistem yang jujur, yaitu memilih individu yang jujur. Langkah selanjutnya adalah mengadakan konsoli-dasi berbagai elemen masyarakat untuk melahirkan sebuah sistem dan struktur pengelolaan daerah yang jujur, yaitu dengan penguatan masyarakat untuk terus-menerus mengontrol segala perilaku-publik dan kebijakan-kebijakan sosok pemimpin yang telah dilahirkan itu. Contoh konkretnya, adalah dengan menekan pemimpin itu (beserta semua aparat terkait) untuk melakukan transparansi anggaran dan transparansi realisasi program yang ada.* (also)
]
ISTIQOMAH
Dari Abi Amr, dinamakan juga Amrah bin Sufyan bin Abdillah r.a. ia berkata: Saya telah berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, katakan kepadaku dalam Islam suatu perkataan yang saya tidak akan bertanya tentang itu kepada orang lain, selaian Engkau!” maka beliau Saw bersabda: “Katakanlah, saya beriman kepada Allah; dan istiqomahlah (konsisten).” [HR Muslim].
Istiqomah berarti berpegang kepada agama dengan kuat, berjalan di atas jalan sesuai petunjuk Allah dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan. Firman Allah:
“Maka istiqomahlah (tetaplah pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersamamu.” (Qs. Hûd [11]: 112).
Dalam al-Quran kata iman selalu dirangkai dengan amal sholeh, ini membuktikan bahwa keimanan bukan sekadar ucapan belaka yang tak pernah ada realisasinya dalam kehidupan. Konsekuensi logis dari ucapan keyakinan itu adalah melakukan perbuatan benar dan baik, sesuai dengan penilaian dalam aturan dari Allah SWT. Dengan begitu, tak bisa distandarkan kepada hati atau akal manusia. Amal sholeh yang kita lakukan adalah sebagai perwujudan dari keimanan kita kepada Allah SWT. Di sinilah kemudian kita membutuhkan sikap istiqomah. Dan sesuai dengan pengertiannya, istiqomah ini adalah sikap tegas dan senantiasa bertanggungjawab atas tindakan yang kita lakukan.
Adakalanya sikap istiqomah ini harus berhadapan dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bakal menimpa kita. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, cemoohan kerap melekat kepada orang yang berani tampil istiqomah dalam agamanya, justru di saat masyarakatnya terbiasa berbuat maksiat. Bahkan sangat ditekankan untuk tetap berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam dalam masyarakat yang begitu berani berbuat dosa, yakni melakukan pembangkangan terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah:“Jangan kalian takut (khawatir) dan janganlah resah (sedih) dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian.” (Qs. Fushshilat [41]: 30).
Itulah janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan beristiqomah dalam melaksanakan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
ADIL
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,”(QS. Al-Mumtahanah: 8). Berbuat adil adalah sifat mulia yang disukai oleh Allah, Secara konsep keadilah adalah memberikan hak kepada pemiliknya tanpa memihak, tanpa diskriminasi, kemudian meletakkan sesuatu sesuai porsinya
Konsep keadilan dalam Al-Quran dan hadis memposisikan diri secara jelas tanpa kompromi dan diskriminasi, kita diperintahkan semaksimal mungkin untuk selalu obyektif terhadap keputusan yang akan diambil. Menghindari sikap sentimen kesukuan, kebencian dalam memutuskan suatu perkara sehingga dapat bersikap adil, apabila seseorang berlaku adil maka ia akan lebih dekat kepada kebajikan yang sempurna, sebaliknya jika tidak berlaku adil maka kebajikan akan makin jauh dari kehidupan kita.
Namun, banyak orang merasa tidak mendapatkan keadilah hokum dinegeri ini, walaupun banyak pengadilan, tetapi keadilan masih langka, keadilan masih seperti barang langka yang susah untuk dicari, ada juga yang mengatakan hokum dapat dibeli, siapa yang banyak memberi ujang dialah yang akan mendapat keadilan menurut keinginannya sendiri, sesuai versinya sendiri, keadilan hanya menjadi komodititas bisnis dan mesin penghasil uang.
permasalahan muncul bukan pada tataran pemahaman adil secara konsep, melainkan merujuk kepada aspek aplikasi, terkadang seseorang secara konsep paham dan hafal apa itu keadilan, tetapi perbuatannya jauh dari sikap adil itu sendiri. Kenapa hal ini terjadi? kemungkinan kesengajaan, merasa berat untuk berbuat adil.
Namun, banyak orang merasa tidak mendapatkan keadilah hokum dinegeri ini, walaupun banyak pengadilan, tetapi keadilan masih langka, keadilan masih seperti barang langka yang susah untuk dicari, ada juga yang mengatakan hokum dapat dibeli, siapa yang banyak memberi ujang dialah yang akan mendapat keadilan menurut keinginannya sendiri, sesuai versinya sendiri, keadilan hanya menjadi komodititas bisnis dan mesin penghasil uang.
permasalahan muncul bukan pada tataran pemahaman adil secara konsep, melainkan merujuk kepada aspek aplikasi, terkadang seseorang secara konsep paham dan hafal apa itu keadilan, tetapi perbuatannya jauh dari sikap adil itu sendiri. Kenapa hal ini terjadi? kemungkinan kesengajaan, merasa berat untuk berbuat adil.
No comments:
Post a Comment